Sabtu, 11 Juni 2016

Aspek-Aspek Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup dan Upaya Preventif Terhadap Pencemaran Limbah Industri Tekstil Nasional



RINGKASAN :
Pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah industri menjadi perhatian yang tidak pernah surut semenjak diberlakukannya UU Nomor 4 Tahun1982 yang kemudian diubah menjadi UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Semakin banyak kasus pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah industri, hal tersebut sangat mengganggu dan meresahkan kehidupan masyarakat serta mengancam kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pencemaran lingkungan hidup secara teoritis tersebut timbul apabila suatu zat atau energi dengan tingkat konsentrasi yang sedemikian rupa sehingga dapat mengubah kondisi lingkungan.
  Pencemaran ligkungan hidup dalam perspektif Undang-Undang adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkugan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Sedangkan berdasarkan aspek teoritis dan yuridis, limbah industri tekstil merupakan salah satu komponen yang mengandung bahan organik dan anorganik yang dapat merusak kelestarian fungi lingkungan hidup. 
   Disimpulkan bahwa upaya preverentif atau pencegahan terhadap pencemaran limbah industri tekstil adalah tidak nyata yang sulit terelakan dalam konstelasi pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Hal penting yang berkaitan dengan upaya preventif atau pencegahan terhadap pencemaran limbah industri tekstil, yaitu:
1.    Karakteristik Limbah Industri Tekstil
     Bentuk industri tekstil sangat bervariasi seperti permasalahan yang dihadapi oleh industri hilir yang berkonsentrasi pada proses penyempurnaan tekstil (finishing). Aktivitas industri tekstil pada umunya tetap menghasilkan limbah yang cukup variatif. Proses peyempurnaan tekstil mencakup beberapa proses seperti persiapan pencelupan atau pencapan yang meliputi penghilangan kanji (desizing), pemasakan (scouring), pemerasan (merzering), penggelantangan (bleaching). Proses lainnya adalah pencelupan (dyeing), pencapan (printing) dan penyempurnaan akhir.
2.    Upaya-Upaya Pencegahan Pencemaran Limbah Industri Tekstil
Pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah industri dapat mengganggu kehidupan masyakat dan menurunkan kualitas lingkungan hidup. Oleh karena itu, beberapa perusahaan industri tekstil nasional berusaha mencegah pencemaran tersebut.
Berlakunya UU Nomor 5 tahun 1984 merupakan langkah strategis-yuridis dalam mencegah berbagai kemungkinan negatif yang timbul akibat aktivitas industri pada umumnya. Berdasarkan realitas permasalahan limbah industri termasuk intensitas pencemaran limbah industri tekstil pada berbagai wilayah Indonesia. Upaya-upaya pencegahan oleh perusahaan-perusahaan industri tekstil sangat fundamental. Berikut ini beberapa upaya pencegahan pencemaran limbah industri tekstil:
a.       Penerapan Teknologi dan Produk Bersih
Program produk bersih memiliki makna penting untuk menciptakan suatu produk dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan. Menurut Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) yang memperkenakan pada tahun 1993, daalah strategi pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat pencegahan (preventive) dan terpadu. Penerapan teknologi bersih secara aktual dapat diharapkan untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah industri, tetapi yang menjadi habatan adalah kualitas sumber daya manusia, dana pendukung operasional, kesadaran serta disiplin dalam menjalankan rencana-rencana kegiatan dilapangan.
b.      Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil
Upaya pegolahan limbah cair industri tekstil membutuhkan ketegasan terhadap konsep yang akan digunakanya yaitu mengtamakan salah satu seperti proses kimia, biologi, dan fisika atau menggabungkan ketiganya. Upaya tersebut disesuaikan dengan kondisi kemampuan perusahaan industri tekstil bersangkutan menerapkan dan memanfaatkan konsep pengolahan yang tersedia dalam rutinitas kegiatan bisnisnya. 
c.       Minimsai Limbah Cair Industri Tekstil
Upaya minimasi limbah cair industri tekstil dalam perspektif teoritis atau praktis, dikenal dan beberapa cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan industri tekstil dalam kegiatanya. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara pengurangan limbah dan proses daur ulang. Upaya internal dapat dilakukan oleh perusahana-perusahaan industri tekstil sesuai dengan kondisi kemampuannya adalah perencanana proses produksi yang baik, akurat dan cermat mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia pembantu yang rendah beban pencemaran, pengontrolan pemakaian air yang hemat dan efisien, memanfaatkan dan menggunakan kembali (reuse) bahan-bahan kimia yang terdapat dalam limbah cair untuk keperluan produksi. Sedangkan upaya eksternal yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan industri tekstil adalah upaya memantau limbah hasil pasca proses kegiatan minimasi limbah.

STUDI KASUS :
Pada kesempatan kali ini penulis mengangkat kasus tentang limbah cair industri tekstil kali citarum yang penulis ambil dari harian Kompas Jumat, 26 April 2013 13:14 WIB dengan judul berita “DAS Citarum di Ambang Malapetaka Lingkungan” berikut berita tersebut :
Malapetaka lingkungan tengah berlangsung di Daerah Aliran Sungai Citarum, Jawa Barat. Ratusan ribu warga yang tinggal di kawasan ini menderita karena menjadi langganan banjir di musim hujan dan kekurangan air di musim kemarau.
”Pada musim kemarau air yang kami gunakan adalah limbah beracun. Sungai ini dijadikan tempat pembuangan limbah,” kata Deni Riswandani dari Komunitas Elemen Lingkungan (Elingan), Kamis (25/4/2013), di Bandung. Secara turun-temurun, ribuan warga tinggal di sentra industri tekstil Majalaya, Kabupaten Bandung.
Bertahun-tahun hampir semua pabrik tekstil di Majalaya membuang langsung limbah beracunnya ke Citarum. Padahal, sungai ini masih dipakai untuk keperluan air minum bagi warga di hilir, termasuk 80 persen warga DKI Jakarta.
Sekitar 1.500 industri di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum menyumbang 2.800 ton limbah setiap hari. Semua adalah limbah cair kimia bahan berbahaya dan beracun (B3). Ditambah 10 ton sampah, setiap hari masuk ke Waduk Saguling. Padahal, Saguling memiliki pusat pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang tersambung dengan jaringan interkoneksi Jawa-Bali. Limbah beracun sering kali merusak turbin PLTA.
Sampai kini Sungai Citarum masih tercemar. ”Kondisi ini berlangsung lama dan dibiarkan merusak lingkungan dan kehidupan warga sekitarnya,” ujar Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jabar Dadan Ramdan.
Susut 62.000 hektar
Komunitas Elingan, yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan, mencatat dalam sembilan tahun ini lahan hutan di DAS Citarum menyusut 86 persen, dari 72.000 hektar tahun 2000 menjadi 9.900 hektar tahun 2009. Pada periode yang sama, luas kawasan permukiman di sekitar DAS Citarum meningkat 115 persen dari 81.7000 hektar jadi 176.000 hektar.
Tahun 2012, lahan kritis mencapai 20 persen dari luas DAS Citarum sekitar 718.000 hektar. Seluas 144.000 hektar di antaranya adalah lahan rusak. Hingga saat ini setiap tahun ada 95 ton tanah per hektar terbawa erosi ke DAS Citarum. Padahal, dalam kaidah lingkungan, tingkat erosi yang ditoleransi hanya sekitar 15 ton per hektar per tahun.
Ketua Umum Badan Musyawarah Masyarakat Sunda Syarif Bastaman menambahkan, beberapa ikan endemik telah punah dari Sungai Citarum. (dmu)
Sumber : Kompas Cetak
Editor : yunan

ANALISA KASUS :
    Aspek Hukum Perlindungan kawasan industri di Jawa Barat dari “Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum” (Pasal 1 ayat 2 UU 32 Tahun 2009). 
   Secara umum Pengelolaan secara terpadu menghendaki adanya keberlanjutan (Sustainability) dalam pemanfaatan.  Sebagai kawasan yang dimanfaatkan untuk berbagai sektor pembangunan, wilayah ini memiliki kompleksitas isu, permasalahan, peluang dan tantangan.
Pencegahan pencemaran dari kawasan industri diatur dlm UU 32 Tahun 2009 seperti terlihat dalam Pasal 20 ayat 3 UUPLH disebutkan :
Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan:
1.      Memenuhi baku mutu lingkungan hidup;
2.     Mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Kasus pencemaran oleh kawasan industri di Jawa Barat ini memang belum ada upaya hukum yang dilakukan.  Hal ini dikarenakan kurangnya peran pemerintah dalam hal pengawasan serta belum adanya keberanian masyarakat untuk mengangkat kasus ini, walupun mereka merasakan dampak negatif dari pencemaran limbah tersebut.  Masyarakat ataupun LSM sebenarnya dapat mengajukan upaya hukum dalam menyelesaikan kasus ini yaitu penegakkan hukum lingkungan dalam kaitannya dengan hukum perdata.
Saran :
1.   Industri tekstil yang ada disekitar kali Citarum haruslah menjalankan industrinya dengan tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan.
2.    Perlu diadakannya sebuah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) pada setiap industri agar dapat meminimalisasi buangan yang diduga berpotensi mencemari lingkungan.
3.     Penanganan limbah dengan end of pipe treatment pada industri tekstil dirasa kurang tepat, hal ini disebabkan karena penanganan dengan cara tersebut hanya mengubah bentuk limbah dari suatu bentuk kebentuk lainnya.
4.  Industri tekstil haruslah benar-benar sadar akan limbah yang dihasilkan dari pengolahannya sehingga instalasi pengolahan limbahnya dapat dijalankan dengan semestinya.

Sumber :
https://www.google.co.id/search?q=PENCEMARAN+LIMBAH+INDUSTRI+TEKSTIL&biw=1366&bih=636&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiWs4TW8Z_NAhUVTo8KHfFJAycQ_AUIBygC#tbm=isch&q=Pembuangan+Limbah+ke+Sungai+&imgrc=2YDaoRFZ1nrFAM%3A
https://www.academia.edu/8460823/Penerapan_Aspek_Hukum_Lingkungan_di_Indonesia_yang_di_Tinjau_dari_Aspek_Hukum_Perdata?auto=download
http://dedepurnamasari100.blogspot.co.id/2016/06/aspek-aspek-pelestarian-fungsi.html#more