Terlebih dahulu perkenalkan nama saya maria ulfah saya seorang mahasiswi
tinggkat awal di universitas gunadarma.ini kali pertama saya meposting tulisan
diblog prbadi ini, dimulai dari artikel yang mengenai kebudayaan dari daerah
saya sendiri. Kebudayaan atau budaya itu tidak terdengan asing bagi siapapun, Budaya adalah
suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Saya Lahir dan dibesarkan di bogor-jawa barat tidaklah merubah saya
menjadi warga pribuminya (suku sunda) sekalipun sudah selama 18 tahun ini saya
tinggal di kota yang terkenal dengan dengan sebutan kota hujan. Kedua orang tua
saya hanya perantau yang dari jawa tengah lebih spesifiknya adalah kabupaten Brebes,
Kabupaten Brebes terletak di bagian Utara paling Barat Provinsi Jawa Tengah dan
berbatasan langsung dengan wilayah Provinsi Jawa Barat. Penduduk Kabupaten Brebes mayoritas menggunakan bahasa jawa yang yang mempunyai ciri khas yang tidak
dimiliki oleh daerah lain, biasanya disebut dengan bahasa jawa brebes. Dapat
disimpulkan saya merupakan keturunan dari suku jawa, Banyak beragam seni
kebudayaan yang terdapat di Provinsi Jawa Tengah diantarnya kebudayaan
tari-tariaanya, keseniaan khas, makanan dll.
BUDAYA JAWA TENGAH
1. Pengertian
Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang
terletak di bagian tengah Pulau Jawa. Provinsi ini berbatasan dengan
Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, Samudra Hindia dan Daerah
Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Timur di
sebelah timur, dan Laut Jawa di sebelah utara. Luas wilayah nya
32.548 km², atau sekitar 25,04% dari luas pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah juga
meliputi Pulau Nusakambangan di sebelah selatan (dekat dengan
perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan Karimun Jawa di Laut
Jawa.
Pengertian Jawa Tengah secara geografis dan budaya kadang juga
mencakup wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Jawa Tengah dikenal
sebagai "jantung" budaya Jawa. Meskipun demikian di provinsi ini
ada pula suku bangsa lain yang memiliki budaya yang berbeda dengan suku Jawa
seperti suku Sunda di daerah perbatasan dengan Jawa Barat. Selain ada pula
warga Tionghoa-Indonesia, Arab-Indonesia dan India-Indonesia
yang tersebar di seluruh provinsi ini.
Budaya Jawa adalah budaya
yang berasal dari jawa dan dianut oleh masyarakat Jawa khususnya masyarakat di
Jawa Tengah,DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara garis besardapat dibagi
menjadi 3,yaitu budaya Banyumas,budaya Jawa Tengah-DIY dan budaya Jawa Timur.
Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam
kehidupan sehari-hari.Budaya Jawa menjungjung tinggi keseponan dan
kesederhanaan. Budaya Jawa termasuk salah satu budaya di Indonesia yang paling
banyak diminati di luar negeri,antara lain: Wayang kulit,Keris,Batik,Kebaya dan
Gamelan.
Sejarah sastra Jawa
dibagi dalam 4 masa : Sastra Jawa Kuna,Sastra Jawa Tengahan,Sastra Jawa
Baru,Sastra Jawa Modern. Bahasa Jawa pertama-tama ditulis dalam aksara pallawa
yang berasal dari India Selatan.
Seni Tradisional Jawa adalah
karya seni yang diciptakan dan berasal dari Pulau Jawa,Indonesia. Contohnya :
Tari Angguk,Tari Bambangan Cakil,Tari Ebeg,Tari Emprak.
2. Suku
Mayoritas penduduk Jawa Tengah adalah Suku Jawa. Jawa Tengah
dikenal sebagai pusat budaya Jawa, di mana di kota Surakarta dan Yogyakarta terdapat
pusat istana kerajaan Jawa yang masih berdiri hingga kini. Suku minoritas
yang cukup signifikan adalah Tionghoa, terutama di kawasan perkotaan
meskipun di daerah pedesaan juga ditemukan. Pada umumnya mereka bergerak di
bidang perdagangan dan jasa. Komunitas Tionghoa sudah berbaur dengan Suku Jawa,
dan banyak di antara mereka yang menggunakan Bahasa Jawa dengan logat yang
kental sehari-harinya. Selain itu di beberapa kota-kota besar di Jawa
Tengah ditemukan pula komunitas Arab-Indonesia. Mirip dengan komunitas
Tionghoa, mereka biasanya bergerak di bidang perdagangan dan jasa. Di
daerah perbatasan dengan Jawa Barat terdapat pula orang Sunda yang
sarat akan budaya Sunda, terutama di wilayah Cilacap, Brebes, dan Banyumas. Di
pedalaman Blora (perbatasan dengan provinsi Jawa Timur) terdapat komunitas Samin yang
terisolir, yang kasusnya hampir sama dengan orang Kanekes di Banten.
3. Bahasa
Meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi, umumnya
sebagian besar menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari.
Bahasa Jawa Dialek Solo-Jogja dianggap sebagai Bahasa Jawa
Standar. Di samping itu terdapat sejumlah dialek Bahasa Jawa; namun secara
umum terdiri dari dua, yakni kulonan dan timuran. Kulonan dituturkan
di bagian barat Jawa Tengah, terdiri atas Dialek Banyumasan dan Dialek Tegal;
dialek ini memiliki pengucapan yang cukup berbeda dengan Bahasa Jawa
Standar. Sedang Timuran dituturkan di bagian timur Jawa Tengah, di
antaranya terdiri atas Dialek Solo, Dialek Semarang. Di antara perbatasan kedua
dialek tersebut, dituturkan Bahasa Jawa dengan campuran kedua dialek; daerah
tersebut di antaranya adalah Pekalongan dan Kedu. Di wilayah-wilayah
berpopulasi Sunda, yaitu di Kabupaten Brebes bagian selatan, dan
kabupaten Cilacap utara sekitar kecamatan Dayeuhluhur, orang Sunda masih
menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-harinya.
Berbagai macam dialek
yang terdapat di Jawa Tengah:
1. dialek
Pekalongan
2. dialek
Kedu
3. dialek
Bagelen
4. dialek
Semarang
5. dialek
Pantai Utara Timur (Jepara, Rembang, Demak, Kudus, Pati)
6. dialek
Blora
7. dialek
Surakarta
8. dialek
Yogyakarta
9. dialek
Madiun
10. dialek
Banyumasan (Ngapak)
11. dialek
Tegal-Brebes
4. AKTIFITAS DAN ADAT
ISTIADAT
·
Nuju bulanan
Pada saat usia kehamilan
7 bulan, diadakan acara nujuh bulanan atau mitoni. Pada acara ini
disiapkan sebuah kelapa gading dengan gambar wayang Dewa Kamajaya (jika
laki-laki akan tampan seperti Dewa Kamajaya) dan Dewi Kamaratih (jika perempuan
akan cantik seperti Dewi Kamaratih), gudangan (sayuran) yang dibumbui, lauk lainnya,
serta rujak buah.
Tahap pelaksanaannya
berurutan, bermula dari siraman, brojolan dan terakhir pemakaian busana. Sangat
cocok dilaksanakan pada sore hari, ngiras mandi sore.
Tahap 1:
Siram artinya mandi.
Siraman berarti memandikan. Dimaksudkan untuk membersihkan serta menyucikan
calon ibu dan bayi yang sedang dikandung, lahir maupun batin. Siraman dilakukan
di tempat yang disiapkan secara khusus dan didekor indah, disebut krobongan.
Atau bisa juga dilakukan di kamar mandi.
Sesuai tema, jumlah
angka tujuh atau pitu kemudian dipakai sebagai simbol. Air yang digunakan
diambil dari tujuh sumber, atau bisa juga dari air mineral berbagai merek, yang
ditampung dalam jambangan, yaitu sejenis ember bukan dari plastik tapi terbuat
dari terakota atau kuningan dan ditaburi kembang setaman atau sritaman yaitu
bunga mawar, melati, kantil serta kenanga. Aneka bunga ini melambangkan
kesucian. Tujuh orang bapak dan ibu teladan dipilih untuk tugas memandikan.
Seolah tanpa saingan, yang pasti terpilih adalah calon kakek dan neneknya.
Tanpa tetek bengek
perhiasan seperti anting, ataupun gelang akar bahar, dan hanya mengenakan
lilitan jarit (kain batik), calon ibu dibimbing menuju ke tempat permandian
oleh pemandu atau dukun wanita yang telah ditugasi.
Siraman diawali oleh
calon kakek, berikutnya calon nenek, dilanjutkan oleh yang lainnya. Dilakukan
dengan cara menuangkan atau mengguyurkan air yang berbunga-bunga itu ke tubuh
calon ibu dengan menggunakan gayung yang dibuat dari batok kelapa yang masih
berkelapa atau masih ada dagingnya.
Bunga-bunga yang
menempel disekujur badan dibersihkan dengan air terakhir dari dalam kendi.
Kendi itu kemudian dibanting kelantai oleh calon ibu hingga pecah. Semua yang
hadir mengamati. Jika cucuk atau paruh kendi masih terlihat mengacung, hadirin
akan berteriak: “Cowok! Laki! Jagoan! Harno!” dan komentar-komentar lain yang
menggambarkan anaknya nanti bakal lahir cowok. Namun jika kendi pecah
berkeping-keping, dipercaya anaknya nanti bakal cewek.
Acara ini bisa
berlangsung sangat meriah. Para tamu berdesak ingin melihat dan ramai
berkomentar, sementara sang MC dengan bersemangat menyiarkan berita seputar
pandangan mata.
Siraman selesai, sang
calon ibu yang basah kuyup dari ujung rambut hingga ujung kaki segera
dikeringkan dengan handuk dan hair dryer supaya tidak perlu kerokan, masuk
angin.
Tahap 2 :
Calon ibu kini berbusana
kain jarit yang diikat longgar dengan letrek yaitu sejenis benang warna merah
putih dan hitam. Merah melambangkan kasih sayang calon ibu, putih melambangkan
tanggung jawab calon bapak atau bokap bagi kesejahteraan keluarganya nanti.
Warna hitam melambangkan kekuasaan Yang Maha Kuasa yang telah mempersatukan
cinta kasih kedua orang tuanya. Tidak ada letrek, janur pun jadi.
Calon nenek memasukkan
tropong (alat tenun) kedalam lilitan kain jarit kemudian dijatuhkan kebawah.
Ini dimaksudkan sebagai pengharapan agar proses kelahirannya kelak, agar sang
bayi dapat mbrojol lahir dengan lancar. Tidak ada tropong, telur ayam pun jadi.
Dilanjutkan dengan acara
membrojolkan atau meneroboskan dua buah kelapa gading yang telah digambari
lewat lilitan kain jarit yang dikenakan oleh calon ibu. Sepasang kelapa gading
tersebut bisa ditato gambar Kamajaya dan Dewi Ratih atau Harjuna dan Sembadra
atau Panji Asmara Bangun dan Galuh Candra Kirana. Kita tinggal pilih. Para
selebriti perwayangan tersebut dikenal berwajah cantik dan ganteng. Harapannya
adalah agar anak yang lahir kelak bisa keren seperti mereka. Kelapa yang
mbrojol ditangkap oleh salah seorang ibu untuk nantinya diberikan kepada calon
bapak.
Calon bapak bertugas
memotong letrek yang mengikat calon ibu tadi dengan keris yang ujungnya telah
diamankan dengan ditutupi kunyit, atau bisa juga menggunakan parang yang telah
dihiasi untaian bunga melati. Ini melambangkan kewajiban suami untuk memutuskan
segala rintangan dalam kehidupan keluarga.
Setelah itu calon bapak
akan memecah salah satu buah kelapa bertato tadi dengan parang, sekali tebas.
Apabila buah kelapa terbelah menjadi dua, maka hadirin akan berteriak:
“Perempuan!” Apabila tidak terbelah, hadirin boleh berteriak: “laki-laki!” Dan
apabila kelapa luput dari sabetan, karena terlanjur menggelinding sebelum
dieksekusi misalnya, maka adegan boleh diulang.
Tahap 3 :
Selesai brojolan, calon
ibu dibimbing keruangan lain untuk dikenai busana kain batik atau jarit
berbagai motif, motif sido luhur, sido asih, sido mukti, gondo suli, semen
raja, babon angrem dan terakhir kain lurik motif lasem. Kain lurik motif lasem
melambangkan cinta kasih antara bapak dan ibunya. Kain-kain yang tujuh motif
tersebut dikenakan bergantian urut satu persatu.
Setiap berganti hingga
kain yang ke enam, pemandu akan bertanya kepada hadirin sudah pantas atau
belum, dan hadirin akan menjawab serentak: “belum!” Ketika kain ke tujuh atau
terakhir dikenakan, yaitu kain lurik motif lasem, barulah hadirin menjawab
sudah. Sudah pantas dan selayaknya.
Keenam kain lainnya yang
tidak layak pakai itu kemudian dijadikan alas duduk calon bapak ibunya. Gaya
pendudukan seperti ini disebut angreman, bukan menggambarkan bapak melainkan
menggambarkan ayam yang sedang mengerami telurnya.
·
TEDHAK SITEN
Tedhak Siten merupakan
bagian dari adat dan tradisi masyarakat Jawa Tengah. Upacara ini
dilakukan untuk adik kita yang baru pertama kali belajar berjalan.
Upacara Tedhak Siten
selalu ditunggu-tunggu oleh orangtua dan kerabat keluarga Jawa karena dari
upacara ini mereka dapat memperkirakan minat dan bakat adik kita yang baru bisa
berjalan. Tedak Siten berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu
“tedhak” berarti ‘menapakkan kaki’ dan “siten” (berasal dari kata ‘siti’) yang
berarti ‘bumi’.
Upacara ini dilakukan ketika seorang bayi berusia tujuh bulan dan mulai belajar duduk dan berjalan di tanah. Secara keseluruhan, upacara ini dimaksudkan agar ia menjadi mandiri di masa depan. Dalam pelaksanaannya, upacara ini dihadiri oleh keluarga inti (ayah, ibu, kakek, dan nenek), serta kerabat keluarga lainnya. Mereka hadir untuk turut mendoakan agar adik kita terlindung dari gangguan setan.
Tak hanya ritualnya saja yang penting, persyaratannya pun penting dan harus disiapkan oleh orangtua yang menyelenggarakan Tedhak Siten ini, seperti kurungan ayam, uang, buku, mainan, alat musik, dll.
Selain itu ada pula ada tangga yang terbuat dari tebu, makanan-makanan (sajen), yang terdiri dari bubur merah, putih, jadah 7 warna, (makanan yang terbuat dari beras ketan), bubur boro-boro (bubur yg terbuat dari bekatul-serbuk halus atau tepung yang diperoleh setelah padi dipisahkan dari bulirnya), dan jajan pasar.
Upacara ini dilakukan ketika seorang bayi berusia tujuh bulan dan mulai belajar duduk dan berjalan di tanah. Secara keseluruhan, upacara ini dimaksudkan agar ia menjadi mandiri di masa depan. Dalam pelaksanaannya, upacara ini dihadiri oleh keluarga inti (ayah, ibu, kakek, dan nenek), serta kerabat keluarga lainnya. Mereka hadir untuk turut mendoakan agar adik kita terlindung dari gangguan setan.
Tak hanya ritualnya saja yang penting, persyaratannya pun penting dan harus disiapkan oleh orangtua yang menyelenggarakan Tedhak Siten ini, seperti kurungan ayam, uang, buku, mainan, alat musik, dll.
Selain itu ada pula ada tangga yang terbuat dari tebu, makanan-makanan (sajen), yang terdiri dari bubur merah, putih, jadah 7 warna, (makanan yang terbuat dari beras ketan), bubur boro-boro (bubur yg terbuat dari bekatul-serbuk halus atau tepung yang diperoleh setelah padi dipisahkan dari bulirnya), dan jajan pasar.
Ritual Upacara Tedhak
Siten:
Tahap 1:
Adik kita dipandu oleh ayah dan ibu berjalan melalui 7 wadah berisi 7 jadah berwarna. Jadah adalah simbol dari proses kehidupan yang akan dilalui adik kita.
Tahap 2:
Lalu, adik akan diberi tangga yang terbuat dari tebu. Tangga ini menyimbolkan urutan tingkatan kehidupan di masa depan yang harus dilalui dengan perjuangan dan hati yang kuat.
Tahap 3:
Setelah anak turun dari tangga, ia dituntun berjalan di atas tanah dan bermain dengan kedua kakinya. Maksudnya agar nantinya adik kita mampu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya sendiri di masa depan.
Tahap 4:
Kemudian, adik dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang sudah dihias. Ia disuruh untuk mengambil benda-benda yang ada di dalam kurungan itu, seperti uang, buku, mainan, dll. Barang yang dipilih adik kita adalah gambaran dari minatnya di masa depan.
Tahap 5:
Setelah itu, adik diberi uang koin dan bunga oleh ayah dan kakek, harapannya agar ia memiliki rejeki berlimpah dan berjiwa sosial.
Setelah itu, adik dimandikan dengan air kembang 7 rupa, harapannya agar bisa mengharumkan nama keluarga.
Tahap 6:
Setelah mandi, adik dipakaikan baju yang bagus sebagai harapan kelak ia mendapat kehidupan yang baik dan layak.
5.
BENDA
DAN HASIL BUDAYA JAWA
·
BOGANA
ASLI TEGAL
Di Jawa, Nasi
Bogana biasanya disajikan pada saat acara-acara tertentu, seperti pesta
perkawinan atau peringatan-peringatan lainnya. Tapi, umumnya makanan ini
sering juga disajikan saat acara kumpul keluarga atau acara-acara arisan. Dalam
acara pesta perkawinan, Nasi Bogana disajikan secara terpisah.
·
KIRAB
SERIBU APEM
Kirab apem sewu adalah
acara ritual syukuran masyarakat Kampung Sewu, Solo, Jawa Tengah yang
digelar setiap bulan haji (bulan Zulhijah-kalender penanggalan Islam).
Ritual syukuran itu
diadakan untuk mengenalkan Kampung Sewu sebagai sentra produksi apem kepada
seluruh masyarakat sekaligus menghargai para pembuat apem yang ada di
sana. Selain itu, upacara ritual syukuran ini pun dibuat sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Tuhan karena desa dan tempat tinggal mereka
terhindar dari bencana. Mengapa begitu? Menurut Ketua Pelaksana Kirab Apem
Sewu, Pak Hadi Sutrisno, letak Kampung Sewu Solo ini adanya di pinggir Sungai
Bengawan Solo, termasuk daerah rawan banjir. Makanya, masyarakat mensyukurinya.
Tradisi apam sewu berawal dari amanah yang disampaikan Ki Ageng Gribig kepada
seluruh warga untuk membuat 1.000 kue apam dan membagikannya kepada masyarakat
sebagai wujud rasa syukur. Sejalan dengan berkembangnya zaman, maka ritual
kirab apem sewu ini diawali dengan kirab budaya warga Solo yang memakai pakaian
adat Solo, seperti kebaya, tokoh punakawan, dan kostum pasukan keraton.
Anak-anak sekolah juga menjadi peserta kirab dengan menampilkan marching band
SD, atraksi Liong (naga), serta aneka pertunjukan tarian tradisional dan
teater. 1.000 kue apem yang sudah disusun menjadi gunungan itu diarak dari
lapangan Kampung Sewu menuju area sekitar kampung sepanjang dua kilometer.
Acara kirab berlangsung selama satu hari, yang dimulai dengan prosesi
penyerahan bahan makanan (uba rampe) pembuat kue apam dari tokoh masyarakat
Solo kepada sesepuh Kampung Sewu di Lapangan Kampung Sewu, Solo.
·
Mendoan
Purwokerto.
Mendoan sendiri berarti
memasak dengan minyak panas yang banyak dengan cepat sehingga masakan tidak
matang benar. Meskipun tidak benar - benar matang, mendoan ini sangat aman
untuk dikonsumsi karena tempe yang menjadi bahan dasarnya memiliki kandungan
gizi yang cukup tinggi.
·
BATIK
Kesenian batik adalah
kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan
keluarga kerajaan di masa lampau, khususnya di Kerajaan Mataram kemudian
Kerajaan Keraton Solo dan Yogyakarta.
Awalnya batik dikerjaan
terbatas dalam keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja, keluarganya, serta
para pengikutnya. Oleh karena banyaknya pengikut raja yang tinggal di luar
keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton untuk
dikerjakan di tempat masing-masing. Seiring berjalannya waktu, kesenian batik
ini ditiru oleh rakyat setempat dan kemudian menjadi pekerjaan kaum wanita di
dalam rumahnya untuk mengisi waktu senggang. Selain itu, batik yang awalnya
hanya untuk keluarga keraton, akhirnya menjadi pakaian rakyat yang digemari
pria dan wanita.
Dahulu, bahan kain putih
yang dipergunakan untuk membatik adalah hasil tenunan sendiri. Sementara bahan
pewarnanya diambil dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia. Beberapa bahan pewarna
tersebut antara lain pohon mengkudu, soga, dan nila. Bahan sodanya dibuat dari
soda abu dan garamnya dari tanah lumpur. Sentra kerajinan batik tersebar di
daerah Pekalongan, Kota Surakarta, dan Kab. Sragen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar