Jumat, 12 Januari 2018

Pelanggaran Kode Etik Profesi

Komisaris Bongkar Dugaan Manipulasi Laporan Keuangan PT Kereta Api

Komisaris PT Kereta Api mengungkapkan adanya manipulasi laporan keuangan BUMN tersebut di mana seharusnya perusahaan merugi namun dilaporkan memperoleh keuntungan. "Saya tahu bahwa ada sejumlah pos yang sebetulnya harus dinyatakan sebagai beban bagi perusahaan tetapi malah dinyatakan masih sebagai aset perusahaan. Jadi ada trik akuntansi," kata salah satu Komisaris PT Kereta Api, Hekinus Manao di Jakarta, Rabu. Ia menyebutkan, hingga kini dirinya tidak mau menandatangani laporan keuangan itu karena adanya ketidakbenaran dalam laporan keuangan BUMN perhubungan itu. "Saya tahu laporan yang diperiksa oleh akuntan publik itu tidak benar karena saya sedikit banyak mengerti akuntansi, yang mestinya rugi dibuat laba," kata penyandang Master of Accountancy, Case Western Reserve University, Cleveland, Ohio USA tahun 1990. Akibat tidak ada tanda tangan dari satu komisaris, rapat umum pemegang saham (RUPS) PT Kereta Api yang seharusnya dilaksanakan sekitar awal Juli 2006 ini juga harus dipending. "Yang jelas RUPS dari PT Kereta Api sampai hari ini distop karena saya tidak mau tanda tangan. Harusnya awal Juli 2006, cuma ditunda karena saya sebagai komisaris tidak menyetujui laporan kantor akuntan publik," kata penyandang Doctor of Business Administration Cleveland State University Ohio USA 1995. Ia mengatakan, dirinya meminta agar laporan itu dikoreksi, dan koreksi akan BUMN itu tidak untung tetapi rugi. "Ini praktek-praktek akuntansi sebetulnya yang mengerti orang akuntansi dan auditornya membiarkan begitu saja," kata Hekinus yang juga Direktur dan Akuntansi Ditjen Perbendaharaan Departemen Keuangan. Mengenai berapa angka kerugiannya, Hekinus mengatakan, tidak bisa memastikan, yang jelas ada sejumlah pos yang sebetulnya harus dinyatakan sebagai beban tapi masih dinyatakan sebagai aset perusahaan. Ia menyebutkan, setelah sekitar lima tahun bertugas sebagai eselon II di Depkeu, dirinya baru mendapat kesempatan untuk menjadi komisaris di BUMN. "Selama sekitar enam bulan jadi komisaris, saya merasa sedih, bukan saja karena di jaman saya ada kereta berjalan mundur, tapi juga karena pelaksanaan fungsi komisaris sangat menyedihkan, saya jadi barang aneh di sana," katanya. Kepada direksi BUMN itu, ia meminta agar segera memperbaiki laporan keuangan itu dan juga untuk kebaikan BUMN itu di masa yang akan datang. "Saya bongkar masalah ini supaya jajaran direksi memperbaikinya karena tidak hanya direksi yang punya BUMN itu tetapi juga lainnya, sementara saya mungkin cuma sebentar dan besok mungkin keluar," katanya. Sementara itu Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution mengatakan, hingga saat ini audit BPK sama sekali belum menyentuh PT Kereta Api karena kemampuan anggaran dan personil yang terbatas. Menurut Anwar, BPK dapat melakukan audit terhadap BUMN baru-baru ini saja itu pun tidak menyeluruh karena kemampuan yang terbatas. "BPK bisa melakukan audit terhadap BUMN baru-baru ini saja, dulu mana boleh BPK melakukan audit terhadap BUMN. Dulu tidak boleh masuk ke Pertamina, bank-bank pemerintah, Bank Indonesia dan lainnya," katanya.

ANALISIS
Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi, akuntan internal di PT. KAI belum sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika akuntan. Kedelapan prinsip akuntan tersebut yaitu:
1.   Tanggung jawab profesi, dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
2.   Kepentingan Publik, dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanupulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.
3.   Integritas, dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi laporan keuangan.
4.  Objektifitas, dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.
5. Kompetensi dan kehati-hatian  professional, akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun laporan keuangan mengalami keuntungan.
6. Kerahasiaan, akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Dalam kasusun ini akuntan sudah menerapkan prinsip kerahasiaan karena hanya melaporkan laporan yang dapat dipublikasikan saja.
7.   Perilaku profesional, akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melaporkan laporan keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
8.   Standar teknis, akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.

SOLUSI
Ø  Akuntan Internal PT Kereta Api Indonesia seharusnya melaporkan laporan keuangan sesuai dengan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
Ø  Sebaiknya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit secara berkala terhadap seluruh BUMN termasuk PT Kereta Api Indonesia.
Ø  Pemerintah memberikan kemampuan anggaran dan personil untuk mensupport tugas BPK dalam mengaudit BUMN yang ada di Indonesia.
Ø  Dilakukan perbaikan manajeman oleh jajaran direksi PT Kereta Api Indonesia salah satunya dengan untuk membangun budaya pengawasan yang lebih ketat dalam perusahaan melalui proses internalisasi, sehingga pengawasan merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap organ dan individu dalam organisasi.
Ø  Seharusnya Komite Audit tidak berbicara kepada publik, karena esensinya Komite Audit adalah organ Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada laporan komite audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan.

SUMBER :






Selasa, 02 Januari 2018

KODE ETIK INSINYUR

ANALISIS  FAKTOR-FAKTOR BERPENGARUH TERHADAP RENDAHNYA PENERAPAN KODE ETIK PROFESI INSINYUR PADA PEMBANGUNAN RUANG POLIKLINIK RSUD dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI
Agus Hariyanto Program Studi Magister Teknik Sipil, Jurusan Managemen Infratruktur,  Universitas Muhammadiyah Surakarta

Konsep Etika : Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik
Konsep profesi : Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
1.  Adanya pengetahuan khusus
2.  Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi
3.  Mengabdi pada kepentingan masyarakat
4.  Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi
5.  Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi
        Konsep kode etik profesi : Menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, tentang Pokok-pokok Kepegawaian, kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negatif dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat. Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi.
          Insinyur : Menurut Persatuan Insinyur Indonesia (PII), insinyur didefinisikan sebagai orang yang melakukan rekayasa teknik dengan menggunakan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan nilai tambah atau daya guna atau pelestarian demi kesejahteraan umat manusia, terdapat beberapa aspek kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang Insinyur, antara lain kemampuan menerapkan pengetahuan matematika, ilmu pengetahuan dan engineering, kemampuan merancang dan melaksanakan eksperimen (uji kembang), termasuk menganalisis dan menafsirkan data/hasil uji, kemampuan merancang suatu sistem komponen, proses dan metoda untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkan, kemampuan mengidentifikasi, memformulasi dan memecahkan masalah-masalah engineering, kemampuan untuk berperan atau berfungsi dalam tim kerja multi disiplin, kemampuan komunikasi  efektif, pemahaman terhadap dampak dari penyelesaian engineering konteks sosial dan global, kesadaran akan kebutuhan dan kemampuan untuk memenuhi dalam proses belajar sepanjang hayat, pengetahuan terhadap permasalahan mutakhir, kemampuan menggunakan teknik-teknik, ketrampilan dan peralatan engineering modern yang diperlukan dalam praktek engineering dan pemahaman terhadap tanggung jawab dan etika profesional.
      Konsep kode etik profesi insinyur Menurut Bennet (1996), etika profesi keinsinyuran adalah "the study of the moral issues and decisions confronting individuals and organizations involved in engineering". Pengenalan dan pemahaman mengenai etika profesi keinsinyuran ini perlu dilakukan sedini mungkin, bahkan beberapa perguruan tinggi teknik sudah mencantumkannya dalam kurikulum dan mata kuliah khusus. Sementara itu, Fleddermann (2006 : 2) mengemukakan bahwa etika enjiniring adalah aturan dan standar yang mengatur arah para insinyur dalam peran mereka sebagai profesional. Jadi, etika enjiniring merupakan sebuah bentuk filosofi yang mengindikasikan cara bagi para insinyur untuk mengarahkan diri mereka dalam kapasitas profesional mereka.
        Konsep kode etik profesi insinyur Indonesia (PII) : Kode etik profesi insiyur menjadi kunci utama dalam pekerjaan konstruksi. Di Indonesia, penerapan kode etik profesi insinyur sudah digagas oleh Persatuan Insinyur Indonesia (PII). Rumusan Kode Etik Insinyur Indonesia oleh PII diberi nama Catur Karsa Sapta Dharma Insinyur Indonesia yang terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu:
1.Prinsip-prinsip Dasar yang terdiri dari mengutamakan keluhuran budi, menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia, bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dan meningkatkan kompetensinya dan martabat berdasarkan keahlian profesional keinsinyuran.
2.Tujuh Tuntunan Sikap (Canon) terdiri dari insinyur Indonesia senantiasa mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan  masyarakat, insinyur Indonesia senantiasa bekerja sesuai dengan kompetensinya, insinyur Indonesia hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan, insinyur Indonesia senantiasa menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya, insinyur Indonesia senantiasa  membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing, insinyur Indonesia senantiasa memegang teguh kehormatan, integritas dan martabat profesi  dan insinyur Indonesia senantiasa mengembangkan kemampuan profesionalnya.
         
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN
       Pembangunan ruang poliklinik RSUD dr. Soeroto Kabupaten Ngawi. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian adalah bahwa pembangunan ruang poliklinik RSUD dr. Soeroto Kabupaten Ngawi merupakan pekerjaan konstruksi gedung kantor dengan nilai terbesar pada saat itu dan memiliki penyimpangan bidang konstruksi paling populer di Kabupaten Ngawi hingga sampai ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Jenis penyimpangan kode etik pada pembangunan ruang poliklinik RSUD  dr. Soeroto Kabupaten Ngawi. Didalam proses pengerjaannya, pembangunan ruang poliklinik tersebut mengalami berbagai permasalahan, yaitu :
1.  Data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) temuan fisik dari Inspektorat Kabupaten Ngawi mengindikasikan berbagai macam penyimpangan pekerjaan. Penyimpangan tersebut antara lain adalah pekerjaan persiapan yaitu pembersihan lahan, bongkaran bangunan lama belum dibuang sehingga mengurangi volume urugan tanah senilai  Rp. 34.720.620, pekerjaan penulangan baja (Pembesian Baja) di lapangan yaitu diameter sengkang untuk pekerjaan Sloof berdiameter Ø 6 – 200, seharusnya dalam kontrak pekerjaan Sloof berdiameter  Ø  8 – 150, onsultan pengawas tidak membuat laporan kemajuan fisik pekerjaan, baik secara mingguan dan bulanan pada minggu ke delapan.
2.  Sementara itu, data lain yang ditunjukkan dalam foto-foto proses pengerjaan proyek yang dilakukan oleh Tim Inspektorat Kabupaten Ngawi menyebutkan bahwa terdapat beberapa jenis pekerjaan yang dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan dokumen kontrak kerja konstruksi, yaitu material bekas bongkaran yang tidak dibersihkan, pengecoran balok yang tidak merata, plafon yang membekas akibat bocornya atap.
3.   Penyimpangan dalam proses pengerjaan pun juga tampak pada proses penyelesaian pekerjaan. Berdasarkan pemeriksaan BPK-RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) Provinsi Jawa Timur, proyek tersebut mengalami beberapa kelemahan yang berujung pada pengembalian keuangan pada Kas Daerah, yakni  adendum kedua mengenai penambahan waktu tidak didukung alasan yang memadai sehingga  terdapat potensi denda sebesar Rp 45.145.130,- (1/1000*5hari((2116)hari)*Rp.9.029.026.000,-), terdapat kekurangan volume pekerjaan pada saat Tim BPK-RI melakukan  pemeriksaan fisik dilapangan dan melakukan pengujian terhadap rencana anggaran biaya pada kontrak kerja, menunjukkan bahwa pekerjaan yang volumenya kurang dari yang diperjanjikan dalam kontrak sebesar Rp. 36.141.871,651, terdapat pekerjaan yang tidak dikerjakan sesuai kontrak dan adendum  Pekerjaan pemasangan rangka kayu kruing untuk plafon tidak sesuai dengan spesifikasi teknis Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) dalam kontrak harga kayu sebesar Rp. 97.324.150,00 (2.527,9 M2 * Rp. 2.500.000,- * 0,0154) sedangkan dalam pelaksanaan sesuai volume kayu terpasang sebesar Rp. 38.929.660,- (2.527,9 M2 * Rp. 1.000.000,- * 0,0154) sehingga terdapat selisih volume kayu sebesar Rp. 58.394.490.
Deskripsi faktor-faktor berpengaruh terhadap rendahnya penerapan kode etik Insinyur pada pembangunan ruang poliklinik RSUD dr. Soeroto Kabupaten Ngawi
KESIMPULAN
      Terdapat 4 (empat) faktor yang memiliki pengaruh terhadap rendahnya penerapan kode etik profesi insinyur pada pembangunan ruang poliklinik RSUD dr. Soeroto Kabupaten Ngawi, yaitu Faktor komitmen yang rendah tampak pada pihak pelaksana yang ditandai dengan pengalihan pekerjaan kepada pihak lain tanpa adanya dokumen yang jelas. Faktor sumber daya manusia (SDM) tampak pada pihak pemilik pekerjaan dimana terdapat rendahnya kuantitas dan ketidaksesuaian profesi tenaga teknis. Pada pihak RSUD, terdapat ketidaksesuain profesi yang ditandai dengan minimnya kualitas dan kuantitas tenaga teknis yang ada pada RSUD dr. Soeroto Kabupaten Ngawi. Sedangkan pada pihak pelaksana dan pengawas, meskipun memiliki tenaga berlatar belakang pendidikan teknis yang cukup, tetapi tidak berkorelasi positif terhadap kualitas sumber daya manusia didalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Faktor kebijakan ditandai dengan tidak dimilikinya aturan secara jelas yang mengatur mengenai kode etik profesi insinyur di Kabupaten Ngawi sehingga tidak ada jaminan perlindungan kepada pemilik pekerjaan dan ancaman sanksi kepada pelaksana proyek yang melanggar kode etik profesi insinyur di Kabupaten Ngawi. Faktor konflik kepentingan muncul pada pihak RSUD dr. Soeroto selaku pemilik pekerjaan dan pengawas. Konflik kepentingan tersebut muncul sebagai akibat dari munculnya faktor non teknis yang mengintervensi pekerjaan teknis yang dilakukan oleh pelaksana. Akibatnya pihak pengawas dan petugas RSUD dr. Soeroto yang bertanggungjawab dilapangan memiliki keterbatasan kewenangan untuk melakukan koreksi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pelaksana. 

REKOMENDASI
Rekomendasi yang diberikan oleh penulis kepada Pemerintah Kabupaten Ngawi dalam rangka meningkatkan kode etik insinyur adalah penegakan hukum terhadap penyimpangan baik komitmen antar aktor ataupun kebijakan yang diambil, peningkatan profesionalisme sumber daya manusia yang terlibat dalam panitia pembangunan mulai proses lelang, pelaksanaan sampai dengan pemeliharaan pekerjaan dan peningkatan komitmen setiap aktor, seperti: penandatanganan pakta integritas oleh insinyur. Pada akhirnya, penerapan kode etik profesi insinyur diharapkan dapat melindungi pengguna jasa, khususnya pemerintah daerah Kabupaten Ngawi. 

sumber : http://eprints.ums.ac.id/20801/12/NASKAH_PUBLIS_ILMIAH_PDF.pdf